Minggu, 30 Juli 2017

12:30
PAN Siapkan Dessy Ratnasari dan Bima Arya di Pilkada Jabar


Mata Lelaki - Indonesia kembali diserbu narkoba. Setelah 1,3 ton sabu yang ditangkap di Anyer dan Pluit, kini jutaan pil ekstasi masuk ke Nusantara. Serbuan kartel narkoba internasional itu karena hukum Indonesia lembek dan lemah, di mana seratusan terpidana mati kasus narkoba belum dieksekusi lagi.Agen Bola Terpercaya

Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo diminta segera mengeluarkan Perppu percepatan eksekusi mati kasus narkoba. Perppu itu diharapkan memotong lambannya proses eksekusi mati yang telah tertunda bertahun-tahun, sehingga mafia narkoba akan memandang kewibawaan hukum Indonesia.

"Indonesia sudah darurat narkoba, sudah genting. Pemerintah perlu mengeluarkan Perppu Antinarkoba, salah satunya percepatan eksekusi mati," kata pakar hukum pidana Prof Dr Hibnu Nugroho saat dihubungi detikcom, Minggu (30/7/2017).Agen Casino Terbaik

Eksekusi mati terakhir digelar pada akhir Juli 2016 yang diwarnai 'drama memalukan'. Saat itu, 14 orang terpidana sudah masuk ruang isolasi, tetapi di menit terakhir, hanya 4 orang yang dibawa ke depan regu tembak.Agen Poker Indonesia Terbesar

Setelah itu, rencana eksekusi mati tak pernah lagi disuarakan dengan jelas. Hal itu dinilai mendorong kartel narkoba ramai-ramai menyerbu pasar Indonesia karena melihat Indonesia permisif atas kasus narkoba.

"Narkoba sudah sedemikian meresahkan masyarakat, sudah masuk segala profesi dalam masyarkat, sehingga perlu langkah konkrit dalam kebijakan negara. Sebab kalau hanya mengandalkan penegakan hukum saja kayaknya tidak memberikan hasil yang maksimal," cetus guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.

Perppu itu juga diharapkan mendorong pemberantasan narkoba secara total.




"Perppu itu juga berisi pengawasan birokrasi pemerintahan dan masyarakat, mumpung belum jadi pasar narkoba yang sesungguhnya," kata Hibnu menegaskan.

Rantai hukum bagi gembong narkoba di Indonesia sangat berliku. Mereka diproses melalui persidangan di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kambali. Butuh waktu berbulan-bulan sampai putusan itu memiliki kekuatan hukum tetap.

Malah, Mahkamah Konstitusi (MK) belakangan membuka peluang PK berkali-kali, sehingga eksekusi mati menjadi semakin molor. Belakangan, MK juga memutuskan grasi bisa diajukan kapan pun -- tanpa batas waktu-- sehingga eksekusi mati lagi-lagi terhambat tanpa ujung pangkalnya.

Lalu apa kata Jaksa Agung HM Presetyo, sebagai otoritas tunggal pelaksana eksekusi mati?

"Ini jadi concern kita bersama agar kejahatan ini tidak henti-hentinya kita perangi. Termasuk kita berpikir bagaimana apa yang harus sudah dilaksanakan, bisa kita laksanakan," kata Prasetyo, di Kejagung, Jl Sultan Hasanudin, Jakarta Selatan, pada 27 Juli lalu.

#Sumber

0 komentar:

Posting Komentar