Sampai September 2017, sedikitnya tujuh kader Golkar, dari tingkat daerah sampai pusat menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agen Casino Terbaik
Para kader beringin ini di antaranya Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Golkar, Fahd El Fouz A Rafiq, terjerat kasus korupsi proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah dan Alquran. Agen Poker Indonesia Terbesar
Kemudian, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Ketua DPD Golkar Bengkulu itu diduga menerima suap terkait proyek di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bengkulu.
Lalu, nama Ketua DPR Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan e-KTP. Ketua Umum Golkar itu diduga mengatur proyek senilai Rp5,9 triliun itu bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Sama seperti sang ketua umum, kader Golkar lainnya, Markus Nari juga ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP. Selain itu, Markus juga terjerat kasus dugaan menghalang-halangi penyidikan kasus e-KTP.
Bukan hanya elite pusat yang terjerat, mereka yang juga menjadi pasien KPK di antaranya Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno, Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain dan Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali.
Atas kondisi tersebut, dan juga terjeratnya Setnov, yang merupakan pucuk pimpinan partai berlambang pohon beringin itu, Akbar Tandjung pun buka suara.
Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar itu khawatir status tersangka yang disandang Setnov bisa membuat Golkar tak bisa meraih kursi DPR pada Pemilu Legislatif 2019.
Elektabilitas partai berlogo beringin itu pada Mei lalu melorot di angka 7,1 persen atau separuh dari hasil Pemilu 2014 sebesar 14,1 persen.
“Yang paling saya takutkan adalah penurunannya sampai pada level yang di bawah parliamentary threshold 4 persen. Kalau di bawah itu artinya Golkar tidak punya wakil dan Golkar itu tidak ada,” kata Akbar, Jumat (15/9).
Kekhawatiran politikus senior itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, hal yang sama pernah menerpa Partai Demokrat.
Ketika itu, setahun menjelang hajatan Pemilu 2014, satu per satu kader partai besutan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menjadi tersangka KPK.
Mulai dari mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin, Andi Mallarangeng hingga mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum pun ikut ditetapkan sebagai tersangka.
Badai korupsi yang menjerat para kadernya itu, membuat perolehan suara Demokrat terjun bebas. Dari juara Pemilu 2009 dengan suara 21.703.137 atau 20,85 persen, turun hampir setengahnya menjadi 12.728.913 suara atau 10,19 persen.
Menanggapi badai yang tengah menerpa Golkar, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun mengatakan, organisasi politik sebesar Golkar, yang sudah tua dan banyak pengalaman seharusnya tak terjebak dalam perilaku koruptif.
Menurut pria yang akrab disapa Ubed itu, Golkar yang kini dipimpin tersangka dugaan korupsi harus melakukan pembenahan mendasar terkait strategi kaderisasi dan politiknya.
"Evaluasi mendasar kaderisasi perlu dilakukan untuk memperoleh kader baru yang jauh memiliki integritas dan visioner," kata Ubed ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, Sabtu (16/9).
Ubed menyebut, evaluasi mendasar ini perlu dilakukan untuk menghindari kesalahan yang sama oleh organisasi yang jaya pada era Orde Baru tersebut. Apalagi saat ini, persoalan korupsi juga menyeret sang pimpinan Golkar.
"Seringkali persoalan Golkar saat ini justru menerpa ketua umumnya, yang kemudian berdampak buruk bagi partai Golkar," tuturnya.
Suara Golkar Bakal Tergerus
Sementara itu, pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, menilai, banyaknya kader Golkar yang menjadi tersangka korupsi ini harus menjadi peringatan keras, menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
Pangi mengatakan permasalahan kader yang terjerat korupsi ini bisa menggerus suara Golkar.
"Ada potensi suara Golkar bisa tergerus pada Pemilu 2019. Ini nggak bisa dianggap remeh dan dinggap biasa-biasa saja," kata Pangi.
Lebih lanjut, Pangi menyatakan, Golkar harus segera berbenah melewati masa sulit, menjelang tahun politik.
Namun, kata Pangi, langkah membenahi partai yang punya slogan 'Suara Golkar, Suara Rakyat' itu, baru bisa dilakukan bila Golkar dipimpin oleh orang bersih serta punya kapasitas dan kapabilitas yang tinggi.
"Kalau Golkar masih dinahkodai figur yang punya beban moral dan bermasalah, pasimis Golkar bisa menang Pemilu 2019," tuturnya
Pangi menambahkan, "Tidak ada pilihan, Golkar sedang membutuhkan suplemen dan oksigen politik baru, yang bisa memompa animo kepercayaan diri kader kader Golkar dari tingkat grassroot sampai pusat."
#Sumber
0 komentar:
Posting Komentar