Tren EPL: Sistem False 9 dan Pemain Belakang yang Bisa Membantu Serangan
Bila menyaksikan pertandingan EPL musim 2016/2017, sejauh ini kita akan menemukan sebuah tren yang semakin nyata diadopsi oleh beberapa pelatih besar di kompetisi sepak bola tertinggi di Inggris itu. Tren yang dimaksud adalah penggunaan pemain yang diplot menjadi false number 9 dan full back yang gesit membantu serangan.
Klopp, Wenger, Pochettino dan Guardiola memilih sistem false 9 sebagai opsi penyerangan.
Klopp, Wenger, Pochettino dan Guardiola memilih sistem false 9 sebagai opsi penyerangan.
Sejak September hingga Oktober, beberapa manajer EPL mempercayakan lini serang kepada pemain yang sejatinya bukanlah center forward. Klopp, misalnya. Pelatih Liverpool ini mendaulat Firmino untuk berperan sebagai false 9 bersama dengan Coutinho dan Mane.
Selain ketiga pemain tersebut, Lallana juga dipercaya untuk mengeksplorasi lapangan dan mengancam gawang lawan. Pada pertandingan melawan WBA, Emre Can bahkan sering bermain lebih ke depan. Berkat dia juga Firmino mampu memberi assist kepada Mane yang kemudian dikonversi menjadi sebuah gol.
Dengan absennya Harry Kane, Pochettino pun bereksperimen dengan sistem false 9 untuk mengakomodasi Son Heung-min, Erik Lamela dan Dele Alli. Ketiganya menjadi fondasi serangan tim yang bermarkas di White Hart Lane ini. Pemain Korea yang biasa bermain di sisi sayap ini bahkan sempat menjadi Man of The Match saat Tottenham berhadapan dengan Middlesbrough berkat dua golnya.
Begitu juga dengan yang terjadi pada tim Meriam London. Wenger sebenarnya masih memiliki Olivier Giroud di lini serang, namun akhir-akhir ini dia justru menjatuhkan pilihan kepada Alexis Sanchez yang memang eksplosif sebagai pemain sayap. Giroud memang mencetak lebih banyak gol, namun statistik menunjukkan Sanchez lebih sering mengkonversi kesempatan menjadi gol dan melakukan lebih banyak key passing.
Diantara pelatih-pelatih EPL yang lain, Guardiola mungkin lebih berpengalaman ketika di Barcelona dia mendapuk Lionel Messi untuk bermain di posisi nomor 9. Menurut Guardiola saat itu, potensi Messi terbuang sia-sia bila dia terus berada di sisi sayap. Dia pun tidak ingin memainkannya sebagai pemain nomor 10 murni.
Namun, di EPL dia masih berjuang untuk mengadopsi sistem tersebut. Sergio Aguero, yang sebelum kedatangan Guardiola sering menjadi ujung tombak serangan City, justru dicadangkan ketika bertemu Barcelona. Guardiola memilih Kevin de Bruyne untuk jadi false 9. Sayangnya, City harus mengakui kehebatan Barca. Setelah pertandingan de Bruyne mengaku belum terbiasa bermain di posisi tersebut dan berniat bekerja keras untuk menuruti apapun perintah pelatih.
Di barisan belakang, James Milner, Kyle Walker dan Danny Rose menjadi contoh pemain belakang yang sering bertindak sebagai pemain sayap.
Lagi-lagi contoh nyata ditunjukkan oleh tim asuhan Jurgen Klopp. James Milner tadinya bermain di posisi tengah atau sayap. Pelatih asal Jerman itu kemudian berjudi dengan menaruh Milner di posisi bertahan. Sebagai left back baru yang tidak kidal, Milner menunjukkan permainan yang terbilang cukup baik. Dalam sistem barunya, Klopp juga meminta Milner untuk bertindak sebagai pemain sayap yang harus gesit menyisir sisi kiri lapangan.
Tottenham Hotspur bahkan memiliki Kyle Walker dan Danny Rose yang beroperasi sebagai pemain belakang sekaligus pemain sayap dengan kecepatan mereka. Musim lalu, Pochettino mengambil keuntungan dengan talenta yang dimiliki kedua pemain timnas Inggris tersebut. Ketika Tottenham sedang menguasai bola, Walker dan Rose bermain lebih ke depan, serta mampu menyediakan opsi serangan lebih banyak.
Ketika sebuah tim sedang mengimplementasikan sistem ini, dua full back harus fokus menjaga area mereka untuk mengantisipasi adanya counter attack. Memang skema ini mengandung risiko yang cukup tinggi bila pemain bertahan yang dimiliki tidak mumpuni. Mereka bisa terlambat turun ke lini belakang dan kembali membantu menjaga pertahanan saat terjadi serangan balik. Namun, Klopp dan Pochettino nampaknya cukup nyaman dengan sistem ini.
Tottenham Hotspur bahkan memiliki Kyle Walker dan Danny Rose yang beroperasi sebagai pemain belakang sekaligus pemain sayap dengan kecepatan mereka. Musim lalu, Pochettino mengambil keuntungan dengan talenta yang dimiliki kedua pemain timnas Inggris tersebut. Ketika Tottenham sedang menguasai bola, Walker dan Rose bermain lebih ke depan, serta mampu menyediakan opsi serangan lebih banyak.
Ketika sebuah tim sedang mengimplementasikan sistem ini, dua full back harus fokus menjaga area mereka untuk mengantisipasi adanya counter attack. Memang skema ini mengandung risiko yang cukup tinggi bila pemain bertahan yang dimiliki tidak mumpuni. Mereka bisa terlambat turun ke lini belakang dan kembali membantu menjaga pertahanan saat terjadi serangan balik. Namun, Klopp dan Pochettino nampaknya cukup nyaman dengan sistem ini.
0 komentar:
Posting Komentar